Salam Perdamaian

Mari kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, karena setiap kebaikan tidak akan pernah ada penyesalan

assalamua'laikum warohmatullah wabarokatuh

selamat datang kawan, salam kenal dan shilaturrohim

Minggu, 04 April 2010

Sunnah sebagai Hujah Syar'i

KEDUDUKAN AS-SUNNAH SEBAGAI HUJJAH SYAR’IYAH
By Ahmad Syakur Isnaini, S.Ag

Seluruh umat Islam tentu sepakat bahwa segala hal yang datang dari Rasulullah SAW baik ucapan, perbuatan dan taqrir, wajib diterima dan diamalkan. Menjalankan apa yang diperintah Rasulullah dan meninggalkan apa yang dilarangnya pada dasarnya adalah suatu bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Dalam tarikh disebutkan bagaimana generasi awwal Islam yakni para sahabat dengan kesadaran dan keikhlasannya menerima semua ketetapan Rasulullah. Tetapi bukan berarti dalam masa-masa awal tersebut tidak dijumpai perbedaan diantara mereka. Namun setiap perbedaan penafsiran atau periwayatan yang terjadi masih bisa teratasi dengan langsung bertanya kepada Rasulullah sebagai Syari’.
Secara bahasa al-Sunnah dibedakan dengan al-Hadits. Sunnah secara bahasa adalah al-Thoriqoh ( jalan ), sementara al-Hadits adalah bermakna al-Jadid ( baru ). Sedangkan secara istilah keduanya mempunyai kesamaan makna, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah, baik perkataan, perbuatan dan pengakuan ( taqrir ). Menurut sebagian pakar dikatakan bahwa al-Hadits hanya tertentu perkataan dan perbuatan Nabi SAW.
Selain itu juga terdapat istilah al-Khobar dan al-Atsar. Untuk yang pertama terdapat beberapa definisi yang diajukan oleh para ulama. Paling tidak ada tiga definisi yang berbeda. Pertama, khobar mempunyai satu arti dengan al-Hadits secara istilah. Kedua, khobar adalah segala sesuatu yang datang dari selain Nabi SAW. Ketiga, khobar mempunyai makna lebih umum dari hadits, dalam arti bahwa setiap hadits termasuk dalam katagori khobar dan sebaliknya tidak setiap khobar tidak pasti hadits. Dengan demikian khobar adalah segala hal yang datang dari Nabi SAW dan dari selain Nabi.
Sedangkan atsar terdapat dua beberapa definisi, pertama mempunyai makna yang sama dengan al-Hadits atau al-Sunnah. Kedua, segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat atau tabi’in ( masa setelah sahabat ) baik berupa perkataan ataupun perbuatan,.

A. Dalil-dalil Tentang Hujjah As-Sunnah
Al-Qur'anul Karim menyuruh kita berhukum dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Terbukti betapa banyaknya ayat-ayat Al-Qur'an yang menyuruh kita taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berhukum kepadanya.
1. Al-Ahzab : 36
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينا
"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata".

2. An-Nisaa : 80
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka".

3. An-Nisaa : 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

4. Al-Maa'idah : 92
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
"Artinya : Dan ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".
5. Al-Anfaal : 24
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan".

Begitu pula halnya dengan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, banyak kita temui perintah yang mewajibkan untuk mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara, diantaranya ialah :
[1.] Hadits Riwayat Bukhari 8/139
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ « مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Setiap ummatku akan masuk syurga, kecuali yang enggan’. Mereka (para sahabat) bertanya : ‘Siapa yang enggan itu ?. Jawab Beliau : ‘Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk syurga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan”.

جَاءَتْ مَلاَئِكَةٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهْوَ نَائِمٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ . فَقَالُوا إِنَّ لِصَاحِبِكُمْ هَذَا مَثَلاً فَاضْرِبُوا لَهُ مَثَلاً . فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ . فَقَالُوا مَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا ، وَجَعَلَ فِيهَا مَأْدُبَةً وَبَعَثَ دَاعِيًا ، فَمَنْ أَجَابَ الدَّاعِىَ دَخَلَ الدَّارَ وَأَكَلَ مِنَ الْمَأْدُبَةِ ، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّاعِىَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنَ الْمَأْدُبَةِ . فَقَالُوا أَوِّلُوهَا لَهُ يَفْقَهْهَا فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ . فَقَالُوا فَالدَّارُ الْجَنَّةُ ، وَالدَّاعِى مُحَمَّدٌ - صلى الله عليه وسلم - فَمَنْ أَطَاعَ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ، وَمَنْ عَصَى مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - فَقَدْ عَصَى اللَّهَ ، وَمُحَمَّدٌ - صلى الله عليه وسلم - فَرْقٌ بَيْنَ النَّاسِ
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : ‘Telah datang beberapa malaikat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau sedang tidur. Sebagian dari mereka berkata : Dia sedang tidur, dan yang lainnya berkata : Sesungghnya matanya tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Sesungguhnya bagi orang ini ada perumpamaan, maka adakanlah perumpamaan baginya. Sebagian lagi berkata : Sesungguhnya dia sedang tidur. Yang lain berkata : Matanya tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Perumpamaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seperti seorang yang membangun rumah, lalu ia menyediakan hidangan dalam rumahnya itu, kemudian ia mengutus seorang pengundang, maka ada orang yang memenuhi undangannya, tidak masuk ke rumah dan tidak makan hidangannya. Mereka berkata : Terangkan tafsir dari perumpamaan itu agar orang dapat faham. Sebagian mereka berkata lagi : Ia sedang tidur. Yang lainnya berkata : Matanya tidur, tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Rumah yang dimaksud adalah syurga, sedang pengundang adalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti di taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah mendurhakai Allah ; dan Muhammad itu adalah pemisah diantara manusia (yakni memisahkan antara orang-orang mu’min dengan orang-orang kafir atau antara yang haq dengan yang bathil)”.

[2.] Hadits Riwayat Bukhari 8 : 140
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّمَا مَثَلِى وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ يَا قَوْمِ إِنِّى رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَىَّ ، وَإِنِّى أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَاءَ . فَأَطَاعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوا ، فَانْطَلَقُوا عَلَى مَهَلِهِمْ فَنَجَوْا ، وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوا مَكَانَهُمْ ، فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ ، فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِى ، فَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ ، وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِى وَكَذَّبَ بِمَا جِئْتُ بِهِ مِنَ الْحَقِّ
Dari Abu Musa, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Perumpamaanku dan perumpamaan apa-apa yang Allah utus aku dengannya, adalah seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata : Wahai kaumku sesungguhnya aku melihat pasukan musuh dengan mata kepalaku, dan sesungguhnya aku mengecam yang nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya, maka selamatlah mereka. Sebagian dari mereka mendustakannya, lalu mereka dihancurkan luluh lantakkan. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa ; serta demikian pula perumpamaan orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan kebenaran yang aku bawa”

Dari Abi Rafi’i Radhiyallahu ‘anhu : ‘Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Nanti akan ada seorang di antara kalian yang duduk di sofanya, lalu datang kepadanya perintah dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. Ia berkata : Aku tidak tahu apa-apa, yang kami dapati dalam Kitabullah itu yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami tidak ikuti)”.

[3.] Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dishahihkan Hakim dan Ahmad
Dari Miqdam bin Ma’dikariba, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al-Qur’an dan yang seperti Al-Qur’an bersamanya, ketahuilah nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya seraya berkata: Cukuplah bagi kamu berpegang dengan Al-Qur’an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya maka halalkanlah, dan apa-apa yang kalian hukum haram di dalamnya maka haramkanlah. (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah sama seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas, dan tidak halal pula pungutan mu’akad, terkecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya. Barangsiapa yang singgah disatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya, tetapi jika mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu”.[6.] Hadits Riwayat Hakim 1 : 93
Dari Abu Hurairah, ia berkata : ‘Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Aku tinggalkan dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan terpisah sampai keduanya mendatangiku di telaga (syurga)”.

[4]. Hadits Riwayat Abu Dawud 4207, Tirmidzi 2816, Ahmad 4/126-127.
فَقَالَ الْعِرْبَاضُ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Dari Abi Najih (Al-Irbadh) bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasihat kepada kami dengan suatu nasihat yang sungguh-sungguh meresap (dalam hati), sehingga hati kami menjadi gemetar dan air mata kami bercucuran, lalu kami berkata : ‘Ya Rasulullah, rasanya seperti nasihat orang yang mau meninggalkan kami (buat selama-lamanya), maka bepesan-pesanlah kepada kami!’ Kata beliau : Aku berpesan kepada kalian agar tetap taqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat walaupun kamu diperintah (di pimpin) oleh seorang hamba dari negeri Habsyah (Ethiopia). Sesungghnya orang yang berusai panjang di antara kalian akan melihat berbagai perselisihan yang banyak, maka pegangilah Sunnahku dan Sunnah Khulafaurrasyidin yang memperoleh hidayah! Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu! Waspadalah terhadap segala sesuatu yang baru, sebab tiap-tiap yang baru itu bid’ah. Dan setiap bid’ah sesat”.


B. Pembagian Assunnah Menurut Sanad dan Faedahnya
Dalam berbagai literartus ulumul hadits, terdapat berbagai pandangan ulama tentang pembagian hadits, tergantung dari sudut pandang mana pembagian itu diawali. Al-Hadits atau al-Sunnah dilihat dari segi sanad atau periwayatan rowi dari Rasulullah, paling tidak terbagi menjadi tiga macam, yaitu diantaranya adalah :
1. Sunnah Mutawatiroh.
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok rowi yang menurut kebiasaannya, perorangan dari setiap rowi itu tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta, hal ini berlaku disetiap tingkatan rowi hingga sampai kepada Rasulullah. Hal ini disebabkan karena jumlah mereka yang banyak, jujur dan berbeda orientasi dan situasinya.
Diantara hadits jenis ini adalah berupa sunnah amaliyah Nabi semisal mendirikan sholat, puasa, haji, mengangkat tangan ketika sholat ( takbirotul ihrom ) dan lainnya tetapi hadits ini termasuk jarang sekali.
Menurut jumhur ulama, hadits mutawatiroh dilihat dari segi bahwa hadits itu benar-benar datang dari Rasulullah ( miun haitsu al-Wurud ) mempunyai faedah qoth’i atau al-Ilmu al-Yaqin al-Dhoruri. Sehingga kedudukan hadits mutawatir sama kedudukannya dengan al-Qur’an dalam segi bahwa ia datang dari Syari’ ( Allah dan Rasul-Nya), dan digunakan sebagai hujjah syar’iyah.
2. Sunnah Masyhuroh
Ialah sunnah yan g diriwayatkan dari Rasulullah oleh seorang atau dua atau juga oleh sekelompok sahabat yang tidak sampai pada tingkat mutawatir, kemudian hadits tersebut diriwayatkan kepada sekelompok rowi yang mencapai tingkat mutawatir ( yang tidak dimungkin untuk sepekat dusta ), dan dari kelompok rawi ini, kemudian diriwayatkan kepada kelompok lain yang sepadannya dan seterusnya. Contoh hadits ini misalkan hadits tentang niat ; “ bahw asanya semua perbuatan tergantung dengan niatnya ….. “ hadits ini diriwayatkan hanya oleh sahabat Umar bin Khottob, tetapi kemudian diriwayatkan kepada sekelompok rawi setingkat mutawatir yang tidak mungkin untuk dusta.
Sedangkan faedah hadits masyhur menurut Abu Hanifah hanya pada tingkatan al-Ilm al-Yaqin, tetapi masih dibawah mutawatir, yakni hadits masyhur adalah hadits yang pasti datangnya dari seorang sahabat atau para sahabat Nabi yang diterima dari Rasulullah, karena bertubi-tubinya penukilan dalam periwayatannya dari mereka. Sehingga menurut ulama hanafiyah hadits masyhur bisa berfaedah untuk men-takhshis keumuman al-Qur’an dan membatasi kemuthlakan al-Qur’an. Karena meskipun hadits masyhur hanya diyakini datangnya dari sahabat, tetapi posisi sahabat Nabi adalah sebagai hujjah yang terpercaya mengenai penukilannya dari Rasulullah.
3. Sunnah Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan hanya oleh satuan rowi yang tidak sampai pada tingkatan masyhur, apalagi sampai kepada mutawatir. Sedangkan hadits ahad ini berfaedah zdonni ( dugaan ), karena dilihat dari sanadnya tidak menimbulkan kepastian bahwa hadits tersebut benar-benar datang dari Rasulullah SAW.
C. Relasi Al-Sunnah dan Al-Qur’an
Kedudukan al-Sunnah dari segi kehujjahannya, bisa disepakati oleh jumhur ulama bahwa berada diurutan kedua setelah al-Qur’an. Ia merupakan sumber tasyri’ kedua setelah al-Qur’an, karena al-Sunnah merupakan bayan ( penjelas ) dari al-Mubin ( yang jelas ), sementara kedudukan al-Mubin itu lebih utama dari pada al-Bayan.
Sedangkan hubungannya dari segi hukum yang datang di dalamnya, Imam al-Syafi’I menjelaskan dalam Risalah-nya bahwa ada empat hal fungsi al-Sunnah dihadapan al-Qur’an, yaitu :
Pertama, menetapkan atau mengukuhkan hokum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an. Sehingga suatu hukum bisa jadi mempunyai dua sumber dalil sekaligus, baik didalam al-Qur’an maupun dalam al-Sunnah. Seperti hukum yang terdapat dalam perintah mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, haji, larangan untuk berbuat syirik, persaksian yang bohong, menyakiti kedua orang tua, membunuh sesame manusia tanpa ada alasan yang benar, larangan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan sebagainya.
Kedua, al-Sunnah sebagai penjelas dari al-Qur’an. Yang dimaksud penjelas disini mengandung beberapa makna, dintaranya :
a. Menjelaskan kemujmalan al-Qur’an, seperti hadits-hadits yang merinci tentang tatacara mendirikan shalat, zakat, puasa, haji, jual-beli yang benar dan sebagianya.
b. Mentkhshis keumuman al-Qur’an
c. Membatasai kemuthlakan al-Qur’an
Ketiga, al-Sunnah berfungsi untuk menetapkan dan membentuk hokum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Diantaranya seperti hadits yang menjelaskan hukuman rajam bagi pezina muhshon, haramnya memakai perhiasan emas bagi laki-laki, keharaman menghimpun wanita dan bibinya ( dalam satu ikatan nikah ) dalam satu istri dan sebagainya.

D. Petunjuk Yang Dapat Diambil Dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Dalil-dalil dari Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam yang tersebut diatas memberikan petunjuk yang sangat penting, secara umum digambarkan sebagai berikut.
[1]. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, karenanya tidak boleh seorang mu’min memilih-milih dengan maksud menyalahi, dan yang demikian termasuk durhaka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam, sebagaiman dia durhaka kepada Allah, perbuatan itu adalah kesesatan yang nyata.
[2]. Tidak boleh seseorang mendahului Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tidak boleh ia mendahului Allah, yakni tidak boleh menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam. Ibnu Qayyim berkata dalam kitabnya I’lamul Muwaqqi’in tentang maksud surat Al-Hujurat : 1, yaitu : “Janganlah kalian berkata hingga ia berkata, janganlah kalian memerintah hingga ia memerintah, jangan berfatwa hingga ia berfatwa, dan jangan menetapkan satu urusan hingga ia yang meghukum”.
[3]. Taat kepada Rasul berarti taat kepada Allah.
[5]. Bila terjadi perselisihan dalam urusan agama, maka wajib kita kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Qayyim berkata : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan (manusia) untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya, Ia (Allah) mengulangi kalimat ‘Wa’atiiur Rasuula’ sebagai pemberitahuan bahwa taat kepada Rasul hukumnya wajib, tanpa pamrih dan tanpa membandingkan lagi dengan Kitabullah. Bahkan perintah beliau wajib ditaati secara mutlak, baik perintah itu ada dalam Al-Qur’an maupun tidak, karena beliau telah diberi kitab dan yang seperti itu bersamanya. Dan Allah tidak menggunakan kata taat untuk ulil amri, bahkan ia buang fi’il taat, karena kepada ulil amri sudah terkandung dalam taat kepada Rasul. Para ulama telah sepakat bahwa kembali kepada Allah berarti kembali kepada Kitab-Nya dan kembali kepada Rasul ketika beliau masih hidup, dan setelah beliau wafat kembali kepada Sunnahnya, yang demikian termasuk dari syarat-syarat keimanan”.
[6]. Jatuhnya kaum muslimin dan hilangnya kekuatan mereka disebabkan mereka terus berselisih dan tidak mau kembali kepada As-Sunnah.
[7]. Orang yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapat fitnah di dunia dan azab yang pedih di akhirat.
[8]. Orang yang menyalahi perintah Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan akibat yang buruk di dunia dan akhirat.
[9]. Wajib memenuhi panggilan Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam (yakni memenuhi Sunnahnya), karena dengan yang demikian akan diperoleh kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
[10]. Taat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam penyebab utama masuknya seseorang ke dalam syurga dan memperoleh sukses yang besar. Sebaliknya orang yang durhaka kepadanya akan masuk ke dalam neraka dengan mendapat azab yang menghinakan.
[11]. Di antara ciri-ciri orang-orang munafik, apabila mereka diajak untuk berhukum kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnahnya, mereka menolak bahkan berusaha untuk menghalang-halangi orang yang ingin kembali kepadanya.
[12]. Orang-orang mu’min berbeda dengan orang-orang munafik, karena orang-orang mu’min bila diseru untuk berhukum dengan Sunnah Rasullullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam merka segera memenuhi seraya berkata “Sami’na wa atha’na”.
[13]. Setiap yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib kita mengikuti dan yang dilarang wajib kita menjauhinya.
[14]. Contoh teladan bagi umat Islam dalam semua urusan agama adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[15]. Setiap kalimat yang diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan agama dan urusan ghaib yang tidak dapat diketahui akal, maka hal itu merupakan wahyu dari Allah kepada beliau yang tidak ada kebathilan di dalamnya.[16]. As-Sunnah merupakan penjelasan Al-Qur’an yang diturunkan kepada beliau.
[17]. Al-Qur’an harus dijabarkan dengan As-Sunnah, bahkan As-Sunnah sama dengan Al-Qur’an dalam soal wajib taat mengikutinya.
[18]. Apa-apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama dengan apa-apa yang diharamkan Allah, demikian pula segala sesuatu yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an, maka dia sama dengan Al-Qur’an berdasarkan keumuman hadits No. 5.
[19]. Manusia bisa selamat dari kesesatan dan penyelewengan hanyalah dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang demikian itu merupakan hukum yang tetap berlaku terus sampai hari kiamat, dan tidak boleh memisahkan antara keduanya.[20]. Kewajiban mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup masalah aqidah maupun ahkam, dan meliputi seluruh perkara agama, serta tertuju kepada siapa saja yang sudah sampai kepadanya risalah da’wah hingga hari kiamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HTML